Amaluddin
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura
Jln.Ir.M.Putuhena, Kampus Poka, Ambon
e-mail: Amaluddin001@gmail.com
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura
Jln.Ir.M.Putuhena, Kampus Poka, Ambon
e-mail: Amaluddin001@gmail.com
HASIL PENELITIAN
Uji akar unit
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya stasioneritas data. Penelitian ini
menggunakan uji Augmented Dickey
Fuller (ADF) dan Phillip-Perron
(PP) sebagaimana tampak pada Tabel 1. Hasil uji ADF tingkat level mengindikasikan
bahwa nilai mutlak uji statistik
Augmented Dickey Fuller (ADF) terhadap LDR, INV, EX dan GDP tidak
signifikan pada tingkat signifikansi alfa 10 %, 5 % dan 1 % yang ditunjukkan
oleh nilai P-value dengan asumsi
konstanta dan konstanta-linier trend
sehingga dapat disimpulkan semua variabel mempunyai akar unit atau tidak
stasioner kecuali variabel SBI.
Selanjutnya, uji akar unit Phillip-Perron menampilkan hasil yang sedikit berbeda dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF)
sebagaimana yang diperlihatkan oleh nilai p-value
variabel GDP dan SBI yang masing-masing dapat signifikan pada alfa 10 %
dan 1 %. Kendati demikian, mayoritas
variabel pada uji Phillip-Perron (PP)
masih mengandung akar unit atau tidak stasioner. Dengan kata lain, sejumlah
besar variabel yang digunakan berpotensi menghasilkan estimasi “spurious regression”.
Solusi utama ekonometrik yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner pada tingkat level adalah
melakukan proses diferensiasi atau modifikasi menjadi first difference sampai pada tingkatan second difference bertujuan untuk menstasionerkan semua variabel
pada derajat yang sama. Tabel 2 menampilkan informasi hasil uji ADF dan Phillip-Perron (PP) pada
tingkat first difference dengan intercept dan intercept-linear trend. Tampak bahwa dengan memasukkan unsur
konstanta dalam uji ADF maka semua variabel (GDP, INV, EX, SBI, dan LDR) dapat
stasioner pada tingkat signifikansi alfa sebesar 1 % namun apabila uji ADF
menggunakan asumsi konstanta dan linier trend maka semua variabel sudah dapat
stasioner pada tingkat signifikansi alfa sebesar 5 %.
Sedangkan uji akar unit Phillip-Perron memperlihatkan hasil yang agak sama dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagaimana yang diperlihatkan oleh
nilai p-value semua variabel yang
signifikan pada alfa sebesar 1 % kecuali
variabel investasi swasta yang baru dapat signifikan pada alfa sebesar 10 % artinya
semua variabel yang digunakan tidak mengandung akar unit (stasioner) pada
tingkat derajat first difference.
Dalam Penentuan lag optimum terdapat beberapa
kriteria yang seringkali digunakan, namun dalam penelitian ini akan digunakan Akaike Information Criterion Criterion
(AIC) dan Schwartz Information Criterion
(SIC) dengan tetap mempertimbangkan adjusted-R2
sistem VAR. Pada lag 8 memiliki nilai adjusted-R2 yang lebih tinggi
dibanding lag 3 namun banyak variabel dengan uji-t maupun uji-F tidak
signifikan secara statistik dan memperlihatkan perubahan tanda yang tidak
konsisten dengan teori. Terdapat indikasi bahwa penggunaan 8 lag dapat
menghasilkan model yang tidak stabil pada sistem VECM. Pada 3 lag memiliki
nilai Adj-R2 yang cukup tinggi yaitu sebesar dan justru mayoritas
variabel signifikan secara statistik sehingga dapat dipilih 3 lag sebagai lag
optimum atau penentuan panjang lag didasarkan pada indikator Schwartz Information Criterion (SIC).
Kointegrasi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
menghindari masalah regresi lancung (spurious
regression). Adanya hubungan kointegrasi dalam suatu persamaan merupakan
indikasi awal dari spesifikasi VECM.
Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya variabel yang terkointegrasi
maka digunakan prosedur Engle-Granger two
steps dan metode Johansen
cointegration test yang relevan dengan model VECM.
Berdasarkan hasil uji kointegrasi Engle-Granger (EG) (Tabel 1) dapat diketahui bahwa variabel-variabel
yang digunakan terkointegrasi diindikasikan oleh signifikannya uji statistik Augmented Dickey Fuller (ADF) dari nilai residual pada tingkat
signifikansi alfa sebesar 1 %.Dari pengujian
kointegrasi Johansen
cointegration test (Tabel 5), diperoleh kesimpulan keberadaan
hubungan kointegrasi di dalam sistem VAR yang dibentuk. Pengujian trace-statistics menyimpulkan keberadaan
2 (dua) persamaan hubungan kointegrasi pada nilai kritis 5%. Sementara
pengujian Max-statistics menyimpulkan
keberadaan 1 (satu) persamaan hubungan kointegrasi pada nilai kritis 5 %.
Dengan menggunakan nilai kritis alfa sebesar 1 % maka masing-masing
diperoleh satu persamaan hubungan kointegrasi dalam trace test statistic dan max-eigen
statistic.
Prinsip inovasi dari Granger-Causality Test dalam penelitian ini didasarkan atas Vector Error Correction Model (VECM).
Penentuan panjang lag (lag length
selection) didasarkan pada lag optimum menurut indikator Schwartz Information Criterion (SIC) yaitu 3 lag. Hasil uji kausalitas Granger
(GCT) ditampilkan pada Tabel 1 yang memperlihatkan perilaku hubungan jangka
pendek antar-variabel. Dalam jangka pendek, kebijakan moneter (SBI) dan tingkat
output (GDP) memiliki hubungan kausalitas berpola dua arah (bi-directional causality) atau hubungan
yang saling mempengaruhi (feedback). Pengaruh
kebijakan moneter terhadap tingkat output diindikasikan oleh signifikannya
nilai F-statistik pada alfa sebesar 1 persen dan 10 %. Hubungan berpola bi-directional causality atau feedback ditemukan juga pada variabel
investasi swasta dan tingkat output (GDP) dan hubungan antara variabel
intermediasi keuangan perbankan (LDR) dan investasi swasta.
Tabel 1
Hasil
Uji Kausalitas Granger (Granger Causality
Test)
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Variabel ekspor (EX) dan tingkat output (GDP) tampak memiliki
hubungan kausalitas berpola satu arah (uni-directional
causality) atau hubungan kausalitas yang mempengaruhi tingkat output. Pengaruh
signifikan ekspor terhadap tingkat output dengan tingkat signifikansi nilai
F-statistik pada alfa masing-masing sebesar 1 persen. Pola serupa ditemukan
pada hubungan antara kebijakan moneter yang mempengaruhi investasi swasta atau
antara kedua variabel tersebut terdapat hubungan 1 arah (uni-directional causality). Terdapat pola hubungan kausalitas satu
arah antara kebijakan moneter dan ekspor. Pola hubungan kausalitas tersebut
memperlihatkan adanya pengaruh perubahan kebijakan moneter 3 bulan sebelumnya
terhadap perubahan ekspor melalui jalur nilai tukar.
Impulse
Response Function (IRF) digunakan untuk melihat shock suatu standar deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai
sekarang (current time value) dan
nilai yang akan datang (future values)
dari variabel variabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati. Dengan
kata lain, uji Impulse Response Function
berguna untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat
perubahan atau shock suatu variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa
lalu variabel. Gambar berikut menampilkan respon
investasi swasta, ekspor dan output akibat guncangan (shock) suku bunga SBI. Tampak bahwa respon variabel-variabel riil
(investasi swasta, ekspor dan output) menunjukkan kecenderungan yang negatif
dari bulan ke-1 sampai dengan akhir periode yaitu bulan ke-12 kecuali respon
variabel ekspor yang menunjukkan kecenderungan positif pada bulan ke-1 dan
sesudahnya menampilkan respon negatif yang cenderung stabil.
Guncangan senilai
1 standar deviasi dari variabel suku bunga SBI di bulan ke-1 direspon secara negatif oleh variabel
investasi swasta dan output, dengan nilai respon masing-masing sebesar -0,095
persen dan -0,06 persen sedangkan pada bulan ke-1 respon variabel ekspor
bernilai positif sebesar 0,003199. Pada akhir periode atau bulan ke-12 semua
variabel riil menunjukkan respon negatif. Peningkatan 1 standar deviasi
guncangan variabel suku bunga SBI direspon negatif oleh ketiga variabel riil masing-masing
bernilai sebesar -0,006987, -0.021327 dan -0.002726. Pada bulan ke-12,
guncangan variabel suku bunga SBI sebesar 1 standar deviasi direspon negatif
oleh investasi swasta, ekspor dan output, dengan nilai respon masing-masing
sebesar -0,006987, 0,021327 dan
-0.002726.
Hasil respon variabel-variabel riil terhadap perubahan 1 standar
deviasi variabel proksi intermediasi keuangan perbankan menampilkan arah respon
yang berbeda dibandingkan dengan guncangan variabel suku bunga SBI sebelumnya. Respon
variabel-variabel ekspor dan output menunjukkan kecenderungan atau tren yang
positif dari bulan ke-1 sampai dengan akhir periode yaitu bulan ke-12 sedangkan
respon variabel investasi swasta menunjukkan arah negatif pada bulan pertama
dan bulan ke-3 selanjutnya bernilai positif sampai dengan bulan ke-12. Dapat
dikatakan bahwa variabel intermediasi keuangan perbankan berpengaruh secara
positif terhadap variabel investasi swasta, ekspor dan tingkat output. Semakin
besar perhatian sektor keuangan perbankan dalam menjalankan fungsi
intermediasinya akan mampu memberikan kontribusi utama terhadap peningkatan
sektor riil.
Pada bulan ke-3,
guncangan 1 standar deviasi dari variabel LDR direspon secara positif oleh variabel
investasi swasta dengan nilai respon sebesar 0,033 persen dan pada bulan ke-12, inovasi 1 standar deviasi dari
variabel LDR direspon secara positif oleh variabel investasi swasta dengan
nilai respon sebesar 0,34 persen. Pada bulan yang sama, peningkatan 1 standar
deviasi variabel intermediasi keuangan perbankan (LDR) mempengaruhi respon
variabel ekspor dan output masing-masing bernilai positif sebesar 2,01 persen
dan 0,34 persen.
Secara agregat
baik variabel investasi swasta (INV), ekspor (EX) dan output (GDP) memiliki
hubungan positif dengan variabel intermediasi sektor keuangan perbankan atau
terdapat kecenderungan bahwa kemampuan intermediasi perbankan yang semakin
besar dalam menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya dalam
bentuk kredit memiliki multiplier effect
terhadap perkembangan sektor riil, yang diwakili oleh investasi swasta, ekspor
dan output dengan dukungan kebijakan moneter yang ekspansif.
Shock
investasi swasta, ekspor direspon secara positif oleh tingkat output. Respon
output terhadap guncangan investasi swasta menampilkan nilai negatif pada bulan
ke-1 sampai dengan bulan ke-3 dan pasca bulan ke-3 secara stabil menunjukkan
hubungan positif. Nilai respon output pada bulan ke-5 sebesar 0.001290 akibat
adanya guncangan investasi swasta sebesar 1 standar deviasi. Perubahan 1
standar deviasi investasi swasta di bulan ke-12 akan direspon secara positif
oleh output sebesar 0,010 persen. Tampilan hasil IRF positif secara stabil
ditunjukkan oleh respon output terhadap ekspor pada bulan ke-1 sampai dengan
bulan ke-12. Respon terbesar terjadi pada bulan ke-4, dengan nilai respon
output sebesar 0,043 persen akibat adanya inovasi ekspor sebesar 1 standar
deviasi. Pada bulan ke-12, guncangan 1 standar deviasi variabel ekspor akan
direspon secara positif oleh output, dengan nilai respon sebesar 0,023 persen.
Tabel 2, menyajikan hasil Forecast
Error Variance Decomposition dari tingkat output. Pada awal periode sampai
dengan bulan ke-12, fluktuasi output lebih banyak dipengaruhi oleh proporsi
guncangan variabel itu sendiri dan variabel ekspor. Peran relatif variabel itu
sendiri (output) dan ekspor mulai menunjukkan dominasinya pada bulan ke-3
dengan proporsi masing-masing sebesar 67,60 % dan 12,69 %. Mencermati nilai rata-ratanya selama bulan ke-1
sampai dengan bulan ke-12, tampak bahwa proporsi kontribusi terbesar dalam
menjelaskan tingkat output didominasi oleh variabel output itu sendiri dan
ekspor, dengan nilai persentase rata-rata masing-masing sebesar 19,10 % dan 58,95
%.
Tabel 2
Hasil Variance Decomposition (VDC) dari Output
(%)
Periode
|
S.E.
|
Independent Variables
|
||||
SBI
|
LDR
|
INV
|
EX
|
GDP
|
||
1
|
0.002942
|
1.970581
|
3.511101
|
20.31816
|
2.052296
|
72.14786
|
2
|
0.007200
|
4.310420
|
4.956687
|
12.41906
|
7.186857
|
71.12698
|
3
|
0.011402
|
6.109575
|
6.050166
|
7.542843
|
12.69294
|
67.60448
|
4
|
0.014515
|
6.511798
|
6.699191
|
4.947779
|
19.20834
|
62.63289
|
5
|
0.016288
|
6.032019
|
7.410153
|
3.932364
|
23.94816
|
58.67730
|
6
|
0.017139
|
5.490410
|
8.431886
|
3.559281
|
26.02698
|
56.49144
|
7
|
0.017651
|
5.192524
|
9.850613
|
3.462664
|
26.09302
|
55.40118
|
8
|
0.018243
|
4.863028
|
11.65102
|
3.907761
|
25.00607
|
54.57212
|
9
|
0.019100
|
4.667746
|
13.64679
|
4.593448
|
23.35868
|
53.73334
|
10
|
0.020133
|
4.871709
|
15.58876
|
4.836940
|
21.90971
|
52.79288
|
11
|
0.021121
|
5.197837
|
17.41168
|
4.618893
|
21.07433
|
51.69726
|
12
|
0.021934
|
5.334642
|
19.17196
|
4.309125
|
20.60397
|
50.58031
|
Rata-rata
|
5.046024
|
10.365
|
6.53736
|
19.09678
|
58.95484
|
Sumber : Hasil Pengolahan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Berdasarkan hasil Granger Causality Test, kebijakan moneter dan tingkat output memiliki pola hubungan kausalitas dua arah (bi-directional causality) atau hubungan yang saling mempengaruhi (feedback). Hasil tersebut didukung oleh adanya hubungan searah yang berlangsung dari kebijakan moneter ke investasi swasta dan ekspor serta hubungan kausalitas 2 arah antara intermediasi keuangan perbankan dan investasi swasta. Investasi swasta dan tingkat output memiliki pola hubungan kausalitas yang saling mempengaruhi (feedback). Sedangkan ekspor dan tingkat output hanya memiliki pola hubungan kausalitas 1 arah (uni-directional causality) yang berlangsung dari ekspor ke tingkat output.
- Kebijakan moneter dengan proksi suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat output. Secara tidak langsung kebijakan moneter juga berpengaruh negatif terhadap tingkat output melalui investasi swasta dan ekspor yang ditunjukkan oleh adanya respon negatif variabel-variabel tersebut akibat adanya guncangan sebesar 1 standar deviasi.
- Intermediasi keuangan perbankan dengan ukuran Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat output. Secara tidak langsung intermediasi keuangan perbankan berpengaruh positif terhadap tingkat output melalui investasi swasta, diindikasikan oleh respon positif variabel tersebut akibat adanya shock dari variabel intermediasi keuangan perbankan (LDR).
- Investasi swasta dan ekspor berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat output, diindikasikan oleh adanya respon positif tingkat output terhadap shock investasi swasta dan ekspor. Respon positif tingkat output terhadap guncangan investasi swasta mulai berlangsung pada bulan ke-4 sampai dengan bulan ke-12. Sedangkan respon positif tingkat output terhadap shock ekspor terjadi pada bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-12.
SARAN-SARAN
Adapun
saran-saran atau rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
- Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter perlu melakukan kebijakan untuk memperkuat dukungan terhadap sektor riil khususnya investasi melalui penguatan peran sektor keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit investasi yang lebih besar dibanding kredit konsumsi.
- Suku bunga memiliki peran vital dalam transmisi kebijakan moneter. Bank Indonesia harus lebih peka dalam merespon adanya guncangan dari sektor riil dan guncangan kebijakan moneter terhadap investasi swasta, ekspor. Kesalahan dalam pengambilan kebijakan dapat menimbulkan instabilitas tingkat harga, nilai tukar dan hasil akhirnya turunnya investasi swasta, ekspor dan tingkat output.
- Untuk mendapatkan informasi empiris secara lengkap, pada penelitian selanjutnya perlu memasukkan variabel nilai tukar, suku bunga pinjaman, modal perbankan, inflasi dan suku bunga luar negeri.
- Periode penelitian ini adalah pasca krisis moneter. Penelitian selanjutnya perlu dikomparasikan juga dengan periode sebelum krisis moneter.
No comments:
Post a Comment