Thursday, March 28, 2013

Lanjutan 3: KEBIJAKAN MONETER, INTERMEDIASI KEUANGAN PERBANKAN, EKSPOR DAN TINGKAT OUTPUT DI INDONESIA: SUATU APLIKASI VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM), 1999-2009


Amaluddin
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura
Jln.Ir.M.Putuhena, Kampus Poka, Ambon
e-mail: Amaluddin001@gmail.com

 HASIL PENELITIAN
Uji akar unit digunakan untuk mengetahui ada tidaknya stasioneritas data. Penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dan Phillip-Perron (PP) sebagaimana tampak pada Tabel 1. Hasil uji ADF tingkat level mengindikasikan bahwa nilai mutlak uji statistik Augmented Dickey Fuller (ADF) terhadap LDR, INV, EX dan GDP tidak signifikan pada tingkat signifikansi alfa 10 %, 5 % dan 1 % yang ditunjukkan oleh nilai P-value dengan asumsi konstanta dan konstanta-linier trend sehingga dapat disimpulkan semua variabel mempunyai akar unit atau tidak stasioner kecuali variabel SBI.

Selanjutnya, uji akar unit Phillip-Perron menampilkan hasil yang sedikit berbeda dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagaimana yang diperlihatkan oleh nilai p-value variabel GDP dan SBI yang masing-masing dapat signifikan pada alfa 10 % dan  1 %. Kendati demikian, mayoritas variabel pada uji Phillip-Perron (PP) masih mengandung akar unit atau tidak stasioner. Dengan kata lain, sejumlah besar variabel yang digunakan berpotensi menghasilkan estimasi “spurious regression”.


Solusi utama ekonometrik yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner pada tingkat level adalah melakukan proses diferensiasi atau modifikasi menjadi first difference sampai pada tingkatan second difference bertujuan untuk menstasionerkan semua variabel pada derajat yang sama. Tabel 2 menampilkan informasi hasil uji ADF dan Phillip-Perron (PP) pada tingkat first difference dengan intercept dan intercept-linear trend. Tampak bahwa dengan memasukkan unsur konstanta dalam uji ADF maka semua variabel (GDP, INV, EX, SBI, dan LDR) dapat stasioner pada tingkat signifikansi alfa sebesar 1 % namun apabila uji ADF menggunakan asumsi konstanta dan linier trend maka semua variabel sudah dapat stasioner pada tingkat signifikansi alfa sebesar 5 %. 


Sedangkan uji akar unit Phillip-Perron memperlihatkan hasil yang agak sama dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagaimana yang diperlihatkan oleh nilai p-value semua variabel yang signifikan pada alfa sebesar  1 % kecuali variabel investasi swasta yang baru dapat signifikan pada alfa sebesar 10 % artinya semua variabel yang digunakan tidak mengandung akar unit (stasioner) pada tingkat derajat first difference.

Dalam Penentuan lag optimum terdapat beberapa kriteria yang seringkali digunakan, namun dalam penelitian ini akan digunakan Akaike Information Criterion Criterion (AIC) dan Schwartz Information Criterion (SIC) dengan tetap mempertimbangkan adjusted-R2 sistem VAR. Pada lag 8 memiliki nilai adjusted-R2 yang lebih tinggi dibanding lag 3 namun banyak variabel dengan uji-t maupun uji-F tidak signifikan secara statistik dan memperlihatkan perubahan tanda yang tidak konsisten dengan teori. Terdapat indikasi bahwa penggunaan 8 lag dapat menghasilkan model yang tidak stabil pada sistem VECM. Pada 3 lag memiliki nilai Adj-R2 yang cukup tinggi yaitu sebesar dan justru mayoritas variabel signifikan secara statistik sehingga dapat dipilih 3 lag sebagai lag optimum atau penentuan panjang lag didasarkan pada indikator Schwartz Information Criterion (SIC).

Kointegrasi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression). Adanya hubungan kointegrasi dalam suatu persamaan merupakan indikasi awal dari spesifikasi VECM. Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya variabel yang terkointegrasi maka digunakan prosedur Engle-Granger two steps dan metode Johansen cointegration test yang relevan dengan model VECM.

Berdasarkan hasil uji kointegrasi Engle-Granger (EG) (Tabel 1) dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang digunakan terkointegrasi diindikasikan oleh signifikannya uji statistik Augmented Dickey Fuller (ADF) dari nilai residual pada tingkat signifikansi alfa sebesar 1 %.Dari pengujian kointegrasi Johansen cointegration test (Tabel 5), diperoleh kesimpulan keberadaan hubungan kointegrasi di dalam sistem VAR yang dibentuk. Pengujian trace-statistics menyimpulkan keberadaan 2 (dua) persamaan hubungan kointegrasi pada nilai kritis 5%. Sementara pengujian Max-statistics menyimpulkan keberadaan 1 (satu) persamaan hubungan kointegrasi pada nilai kritis  5 %.  Dengan menggunakan nilai kritis alfa sebesar 1 % maka masing-masing diperoleh satu persamaan hubungan kointegrasi dalam trace test statistic dan max-eigen statistic.

Prinsip inovasi dari Granger-Causality Test dalam penelitian ini didasarkan atas Vector Error Correction Model (VECM). Penentuan panjang lag (lag length selection) didasarkan pada lag optimum menurut indikator Schwartz Information Criterion (SIC) yaitu 3 lag. Hasil uji kausalitas Granger (GCT) ditampilkan pada Tabel 1 yang memperlihatkan perilaku hubungan jangka pendek antar-variabel. Dalam jangka pendek, kebijakan moneter (SBI) dan tingkat output (GDP) memiliki hubungan kausalitas berpola dua arah (bi-directional causality) atau hubungan yang saling mempengaruhi (feedback). Pengaruh kebijakan moneter terhadap tingkat output diindikasikan oleh signifikannya nilai F-statistik pada alfa sebesar 1 persen dan 10 %. Hubungan berpola bi-directional causality atau feedback ditemukan juga pada variabel investasi swasta dan tingkat output (GDP) dan hubungan antara variabel intermediasi keuangan perbankan (LDR) dan investasi swasta. 

Tabel 1
Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test)
                          
                            Sumber : Hasil Pengolahan Data

Variabel ekspor (EX) dan tingkat output (GDP) tampak memiliki hubungan kausalitas berpola satu arah (uni-directional causality) atau hubungan kausalitas yang mempengaruhi tingkat output. Pengaruh signifikan ekspor terhadap tingkat output dengan tingkat signifikansi nilai F-statistik pada alfa masing-masing sebesar 1 persen. Pola serupa ditemukan pada hubungan antara kebijakan moneter yang mempengaruhi investasi swasta atau antara kedua variabel tersebut terdapat hubungan 1 arah (uni-directional causality). Terdapat pola hubungan kausalitas satu arah antara kebijakan moneter dan ekspor. Pola hubungan kausalitas tersebut memperlihatkan adanya pengaruh perubahan kebijakan moneter 3 bulan sebelumnya terhadap perubahan ekspor melalui jalur nilai tukar.

Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melihat shock suatu standar deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time value) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabel variabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati. Dengan kata lain, uji Impulse Response Function berguna untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel.  Gambar berikut menampilkan respon investasi swasta, ekspor dan output akibat guncangan (shock) suku bunga SBI. Tampak bahwa respon variabel-variabel riil (investasi swasta, ekspor dan output) menunjukkan kecenderungan yang negatif dari bulan ke-1 sampai dengan akhir periode yaitu bulan ke-12 kecuali respon variabel ekspor yang menunjukkan kecenderungan positif pada bulan ke-1 dan sesudahnya menampilkan respon negatif yang cenderung stabil.


Guncangan senilai 1 standar deviasi dari variabel suku bunga SBI di bulan  ke-1 direspon secara negatif oleh variabel investasi swasta dan output, dengan nilai respon masing-masing sebesar -0,095 persen dan -0,06 persen sedangkan pada bulan ke-1 respon variabel ekspor bernilai positif sebesar 0,003199. Pada akhir periode atau bulan ke-12 semua variabel riil menunjukkan respon negatif. Peningkatan 1 standar deviasi guncangan variabel suku bunga SBI direspon negatif oleh ketiga variabel riil masing-masing bernilai sebesar -0,006987, -0.021327 dan -0.002726. Pada bulan ke-12, guncangan variabel suku bunga SBI sebesar 1 standar deviasi direspon negatif oleh investasi swasta, ekspor dan output, dengan nilai respon masing-masing sebesar -0,006987, 0,021327 dan  -0.002726.

Hasil respon variabel-variabel riil terhadap perubahan 1 standar deviasi variabel proksi intermediasi keuangan perbankan menampilkan arah respon yang berbeda dibandingkan dengan guncangan variabel suku bunga SBI sebelumnya. Respon variabel-variabel ekspor dan output menunjukkan kecenderungan atau tren yang positif dari bulan ke-1 sampai dengan akhir periode yaitu bulan ke-12 sedangkan respon variabel investasi swasta menunjukkan arah negatif pada bulan pertama dan bulan ke-3 selanjutnya bernilai positif sampai dengan bulan ke-12. Dapat dikatakan bahwa variabel intermediasi keuangan perbankan berpengaruh secara positif terhadap variabel investasi swasta, ekspor dan tingkat output. Semakin besar perhatian sektor keuangan perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya akan mampu memberikan kontribusi utama terhadap peningkatan sektor riil.

Pada bulan ke-3, guncangan 1 standar deviasi dari variabel LDR direspon secara positif oleh variabel investasi swasta dengan nilai respon sebesar 0,033 persen dan pada bulan  ke-12, inovasi 1 standar deviasi dari variabel LDR direspon secara positif oleh variabel investasi swasta dengan nilai respon sebesar 0,34 persen. Pada bulan yang sama, peningkatan 1 standar deviasi variabel intermediasi keuangan perbankan (LDR) mempengaruhi respon variabel ekspor dan output masing-masing bernilai positif sebesar 2,01 persen dan 0,34 persen.      

Secara agregat baik variabel investasi swasta (INV), ekspor (EX) dan output (GDP) memiliki hubungan positif dengan variabel intermediasi sektor keuangan perbankan atau terdapat kecenderungan bahwa kemampuan intermediasi perbankan yang semakin besar dalam menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya dalam bentuk kredit memiliki multiplier effect terhadap perkembangan sektor riil, yang diwakili oleh investasi swasta, ekspor dan output dengan dukungan kebijakan moneter yang ekspansif.

Shock investasi swasta, ekspor direspon secara positif oleh tingkat output. Respon output terhadap guncangan investasi swasta menampilkan nilai negatif pada bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-3 dan pasca bulan ke-3 secara stabil menunjukkan hubungan positif. Nilai respon output pada bulan ke-5 sebesar 0.001290 akibat adanya guncangan investasi swasta sebesar 1 standar deviasi. Perubahan 1 standar deviasi investasi swasta di bulan ke-12 akan direspon secara positif oleh output sebesar 0,010 persen. Tampilan hasil IRF positif secara stabil ditunjukkan oleh respon output terhadap ekspor pada bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-12.  Respon terbesar terjadi pada bulan ke-4, dengan nilai respon output sebesar 0,043 persen akibat adanya inovasi ekspor sebesar 1 standar deviasi. Pada bulan ke-12, guncangan 1 standar deviasi variabel ekspor akan direspon secara positif oleh output, dengan nilai respon sebesar 0,023 persen.

Tabel 2, menyajikan hasil Forecast Error Variance Decomposition dari tingkat output. Pada awal periode sampai dengan bulan ke-12, fluktuasi output lebih banyak dipengaruhi oleh proporsi guncangan variabel itu sendiri dan variabel ekspor. Peran relatif variabel itu sendiri (output) dan ekspor mulai menunjukkan dominasinya pada bulan ke-3 dengan proporsi masing-masing sebesar 67,60 % dan  12,69 %. Mencermati nilai rata-ratanya selama bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-12, tampak bahwa proporsi kontribusi terbesar dalam menjelaskan tingkat output didominasi oleh variabel output itu sendiri dan ekspor, dengan nilai persentase rata-rata masing-masing sebesar 19,10 % dan 58,95 %.
 
Tabel 2
Hasil Variance Decomposition (VDC) dari Output (%)
Periode

S.E.

Independent Variables
SBI

LDR

INV

EX

GDP

 1
 0.002942
 1.970581
 3.511101
 20.31816
 2.052296
 72.14786
 2
 0.007200
 4.310420
 4.956687
 12.41906
 7.186857
 71.12698
 3
 0.011402
 6.109575
 6.050166
 7.542843
 12.69294
 67.60448
 4
 0.014515
 6.511798
 6.699191
 4.947779
 19.20834
 62.63289
 5
 0.016288
 6.032019
 7.410153
 3.932364
 23.94816
 58.67730
 6
 0.017139
 5.490410
 8.431886
 3.559281
 26.02698
 56.49144
 7
 0.017651
 5.192524
 9.850613
 3.462664
 26.09302
 55.40118
 8
 0.018243
 4.863028
 11.65102
 3.907761
 25.00607
 54.57212
 9
 0.019100
 4.667746
 13.64679
 4.593448
 23.35868
 53.73334
 10
 0.020133
 4.871709
 15.58876
 4.836940
 21.90971
 52.79288
 11
 0.021121
 5.197837
 17.41168
 4.618893
 21.07433
 51.69726
 12
 0.021934
 5.334642
 19.17196
 4.309125
 20.60397
 50.58031
            Rata-rata 
5.046024
10.365
6.53736
19.09678
58.95484
                        Sumber : Hasil Pengolahan


   SIMPULAN 
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
  1. Berdasarkan hasil Granger Causality Test, kebijakan moneter dan tingkat output memiliki pola hubungan kausalitas dua arah (bi-directional causality) atau hubungan yang saling mempengaruhi (feedback). Hasil tersebut didukung oleh adanya hubungan searah yang berlangsung dari kebijakan moneter ke investasi swasta dan ekspor serta hubungan kausalitas 2 arah antara intermediasi keuangan perbankan dan investasi swasta. Investasi swasta dan tingkat output memiliki pola hubungan kausalitas yang saling mempengaruhi (feedback). Sedangkan ekspor dan tingkat output hanya memiliki pola hubungan kausalitas 1 arah (uni-directional causality) yang berlangsung dari ekspor ke tingkat output. 
  2. Kebijakan moneter dengan proksi suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat output. Secara tidak langsung kebijakan moneter juga berpengaruh negatif terhadap tingkat output melalui investasi swasta dan ekspor yang ditunjukkan oleh adanya respon negatif variabel-variabel tersebut akibat adanya guncangan sebesar 1 standar deviasi. 
  3. Intermediasi keuangan perbankan dengan ukuran Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat output. Secara tidak langsung intermediasi keuangan perbankan berpengaruh positif terhadap tingkat output melalui investasi swasta, diindikasikan oleh respon positif variabel tersebut akibat adanya shock dari variabel intermediasi keuangan perbankan (LDR).
  4. Investasi swasta dan ekspor berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat output, diindikasikan oleh adanya respon positif tingkat output terhadap shock investasi swasta dan ekspor. Respon positif tingkat output terhadap guncangan investasi swasta mulai berlangsung pada bulan ke-4 sampai dengan bulan ke-12. Sedangkan respon positif tingkat output terhadap shock ekspor terjadi pada bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-12.

SARAN-SARAN
Adapun saran-saran atau rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
  1. Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter perlu melakukan kebijakan untuk memperkuat dukungan terhadap sektor riil khususnya investasi melalui penguatan peran sektor keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit investasi yang lebih besar dibanding kredit konsumsi.
  2. Suku bunga memiliki peran vital dalam transmisi kebijakan moneter. Bank Indonesia harus lebih peka dalam merespon adanya guncangan dari sektor riil dan guncangan kebijakan moneter terhadap investasi swasta, ekspor. Kesalahan dalam pengambilan kebijakan dapat menimbulkan instabilitas tingkat harga, nilai tukar dan hasil akhirnya turunnya investasi swasta, ekspor dan tingkat output. 
  3. Untuk mendapatkan informasi empiris secara lengkap, pada penelitian selanjutnya perlu memasukkan variabel nilai tukar, suku bunga pinjaman, modal perbankan, inflasi dan suku bunga luar negeri.  
  4. Periode penelitian ini adalah pasca krisis moneter. Penelitian selanjutnya perlu dikomparasikan juga dengan periode sebelum krisis moneter.


No comments:

Post a Comment